Pembukaan jalan untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bumitama Agri. |
Sejak kasus penebangan habitat orangutan di hutan berkategori high conservation value forest oleh perkebunan kelapa sawit PT Bumitama Agri Limited dibuka ke publik sejak Maret 2013 silam, dan disusul dengan evakuasi 4 individu orangutan kelaparan dari wilayah penebangan perusahaan milik Singapura ini, hingga kini perusahaan tersebut belum menghentikan operasi penebangan mereka. Keempat orangutan ini diselamatkan dari perkebunan PT Ladang Sawit Mas yang merupakan anak perusahaan Bumitama Agri di Ketapang, Kalimantan Barat.
Kasus ini sendiri saat ini tengah dilaporkan kepada lembaga Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk diselidiki lebih lanjut atas laporan yang disampaikan oleh Centre for Orangutan Protection (COP) ini. Dalam email balasan yang disampaikan oleh Manajer Pengaduan RSPO, Ravin Krishnan kepada pihak COP, pihaknya menjelaskan bahwa saat ini Bumitama masih belum memberikan penjelasan detail atas tuduhan yang dilayangkan terhadap mereka. Dalam surat tersebut, Ravin Krishnan juga menjelaskan bahwa pihaknya telah meminta Bumitama untuk menjawab tuduhan itu. Selain itu, Darrel Webber, Sekretaris Jenderal RSPO dikabarkan terlibat secara personal dalam proses penyusunan jawaban yang dibuat oleh Bumitama Agri dan diharapkan hasil dari pembicaraan ini akan bisa diketahui akhir pekan ini.
Namun, pihak COP, Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) dan International Animal Rescue (IAR) yang juga ikut dalam proses penyelamatan empat orangutan yang habitatnya digunduli oleh Bumitama Agri, mendesak agar selama proses ini Bumitama menghentikan penebangan dan operasi mereka di lapangan agar mencegah jatuhnya korban satwa liar dan dilindungi lebih banyak lagi.
Dalam pernyataan media mereka, Direktur Eksekutif COP, Hardi Baktiantoro meminta agar pembabatan hutan ini dihentikan. “Kami menilai bahwa Bumitama tidak pernah serius berkomitmen untuk turut melindungi keanekaragaman hayati di Indonesia. Mereka mengelabuhi tim penyelamat di lapangan dengan memberikan arahan keliru mengenai lokasi translokasi orangutan. Perusahaan Singapura ini juga terindikasi kuat sedang mengancam orangutan di Tumbang Koling dan buffer zone Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Laporan kami kirimkan ke Kementerian Kehutanan untuk mengusut dugaan – dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bumitama, konsultan dan kontraktornya. Laporan juga dikirimkan ke Sekretariat RSPO agar Bumitama bisa dipecat dari keanggotaan RSPO,” ungkap Hardi dalam rilis medianya.
Selain di Ketapang, Bumitama Agri juga sudah meratakan habitat orangutan di Desa Tumbang Koling, Kecamatan Cempaga Hulu, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Desa Tumbang Koling mulai diratakan oleh Bumitama Agri Limited sejak 25 Februari 2013 silam, setelah sebelumnya sudah diratakan oleh anak perusahaan mereka PT Nabatindo sejak 2012 silam. Dari hasil survey keragaman hayati di wilayah ini yang dilakukan oleh Centre for Orangutan Protection, Jakarta Animal Aid Network dan Friends of the National Park, kawasan berhutan ini menjadi habitat bagi 11 jenis mamalia, 34 jenis tumbuhan dan 11 jenis kupu-kupu, serta tanaman obat yang menjadi sumber kesehatan bagi masyarakat adat setempat. Beberapa satwa utama yang ada di kawasan ini adalah beruang madu (Helarctos malayanus), Owa (Hylobates sp) dan kukang (Nycticebus coucang).
Bumitama Agri sendiri adalah anggota RSPO dengan nomor anggota 1-0043-07-000-00, yang mendapat izin untuk menebang di lokasi Desa Tumbang Koling ini berdasar Izin lokasi dan Hak Guna Usaha dari Bupati Kotawaringin Timur No. 803/460.42 tanggal 15 Agustus 2005 dan No. 525.26/678/EKBANG/2005 tanggal 28 November 2005 dengan total konsesi seluas 11.000 hektar. Perizinan ini awalnya diberikan kepada PT Nabatindo Karya Utama, namun selanjutnya Nabatindo dibeli oleh Bumitama Agri Ltd, yang berbasis di Singapura dan terdaftar secara sah di Singapura.
Orangutan di Kalimantan adalah satu-satunya primata besar yang hidup di luar benua Afrika, dan kini tinggal tersisa sekitar 50.000 ekor di Kalimantan dari data yang dimiliki Departemen Kehutanan. Ancaman yang terbesar terhadap habitat orangutan adalah alihfungsi lahan untuk perkebunan, terutama kelapa sawit, dan pertambangan.
Kasus ini sendiri saat ini tengah dilaporkan kepada lembaga Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk diselidiki lebih lanjut atas laporan yang disampaikan oleh Centre for Orangutan Protection (COP) ini. Dalam email balasan yang disampaikan oleh Manajer Pengaduan RSPO, Ravin Krishnan kepada pihak COP, pihaknya menjelaskan bahwa saat ini Bumitama masih belum memberikan penjelasan detail atas tuduhan yang dilayangkan terhadap mereka. Dalam surat tersebut, Ravin Krishnan juga menjelaskan bahwa pihaknya telah meminta Bumitama untuk menjawab tuduhan itu. Selain itu, Darrel Webber, Sekretaris Jenderal RSPO dikabarkan terlibat secara personal dalam proses penyusunan jawaban yang dibuat oleh Bumitama Agri dan diharapkan hasil dari pembicaraan ini akan bisa diketahui akhir pekan ini.
Namun, pihak COP, Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) dan International Animal Rescue (IAR) yang juga ikut dalam proses penyelamatan empat orangutan yang habitatnya digunduli oleh Bumitama Agri, mendesak agar selama proses ini Bumitama menghentikan penebangan dan operasi mereka di lapangan agar mencegah jatuhnya korban satwa liar dan dilindungi lebih banyak lagi.
Dalam pernyataan media mereka, Direktur Eksekutif COP, Hardi Baktiantoro meminta agar pembabatan hutan ini dihentikan. “Kami menilai bahwa Bumitama tidak pernah serius berkomitmen untuk turut melindungi keanekaragaman hayati di Indonesia. Mereka mengelabuhi tim penyelamat di lapangan dengan memberikan arahan keliru mengenai lokasi translokasi orangutan. Perusahaan Singapura ini juga terindikasi kuat sedang mengancam orangutan di Tumbang Koling dan buffer zone Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Laporan kami kirimkan ke Kementerian Kehutanan untuk mengusut dugaan – dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bumitama, konsultan dan kontraktornya. Laporan juga dikirimkan ke Sekretariat RSPO agar Bumitama bisa dipecat dari keanggotaan RSPO,” ungkap Hardi dalam rilis medianya.
Selain di Ketapang, Bumitama Agri juga sudah meratakan habitat orangutan di Desa Tumbang Koling, Kecamatan Cempaga Hulu, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Desa Tumbang Koling mulai diratakan oleh Bumitama Agri Limited sejak 25 Februari 2013 silam, setelah sebelumnya sudah diratakan oleh anak perusahaan mereka PT Nabatindo sejak 2012 silam. Dari hasil survey keragaman hayati di wilayah ini yang dilakukan oleh Centre for Orangutan Protection, Jakarta Animal Aid Network dan Friends of the National Park, kawasan berhutan ini menjadi habitat bagi 11 jenis mamalia, 34 jenis tumbuhan dan 11 jenis kupu-kupu, serta tanaman obat yang menjadi sumber kesehatan bagi masyarakat adat setempat. Beberapa satwa utama yang ada di kawasan ini adalah beruang madu (Helarctos malayanus), Owa (Hylobates sp) dan kukang (Nycticebus coucang).
Bumitama Agri sendiri adalah anggota RSPO dengan nomor anggota 1-0043-07-000-00, yang mendapat izin untuk menebang di lokasi Desa Tumbang Koling ini berdasar Izin lokasi dan Hak Guna Usaha dari Bupati Kotawaringin Timur No. 803/460.42 tanggal 15 Agustus 2005 dan No. 525.26/678/EKBANG/2005 tanggal 28 November 2005 dengan total konsesi seluas 11.000 hektar. Perizinan ini awalnya diberikan kepada PT Nabatindo Karya Utama, namun selanjutnya Nabatindo dibeli oleh Bumitama Agri Ltd, yang berbasis di Singapura dan terdaftar secara sah di Singapura.
Orangutan di Kalimantan adalah satu-satunya primata besar yang hidup di luar benua Afrika, dan kini tinggal tersisa sekitar 50.000 ekor di Kalimantan dari data yang dimiliki Departemen Kehutanan. Ancaman yang terbesar terhadap habitat orangutan adalah alihfungsi lahan untuk perkebunan, terutama kelapa sawit, dan pertambangan.