Senin, 19 November 2012

Prospek Bisnis Kelapa Sawit di Indonesia


Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang sangat diperlukan sebagai kegiatan  pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian.  Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit.  Dalam dokumen praktis ini digambarkan prospek pengembangan agribisnis saat ini hingga tahun 2010, dan arah pengembangan hingga tahun 2025.  Masyarakat luas, khususnya petani, pengusaha, dan pemerintah dapat menggunakan dokumen praktis ini sebagai acuan. 
 
Dokumen praktis ini didahului dengan penyajian peranan sektor pertanian, subsektor perkebunan, dan agribisnis kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan  oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal  perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan  perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah  lainnya.  Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan  negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha.

Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung secara handal oleh 6 produsen benih dengan  kapasitas 124 juta per tahun.  Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, dan PT. Bina Sawit Makmur masing-masing mempunyai kapasitas 35 juta, 25 juta, 15 juta, 12 juta, 12 juta, dan 25 juta.  Permasalahan benih palsu diyakini dapat teratasi melalui langkah-langkah sistematis dan strategis yang telah disepakati secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan secara hatihati terutama dengan pertimbangan penyebaran penyakit. Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang dengan pesat. Saat ini jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13,520 ton  TBS per jam.  Sedangkan industri pengolahan produk turunannya, kecuali minyak goreng,  masih belum berkembang, dan kapasitas terpasang baru sekitar 11 juta ton.  Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000 baru memproduksi olekimia 10,8% dari produksi
dunia.

Dalam perdagangan CPO, Indonesia merupakan negara net exporter dimana impor dari Malaysia dilakukan hanya pada saat-saat tertentu.  Ekspor Indonesia masih di bawah Malaysia dimana pada tahun 2002 hanya mencapai 6,3 juta ton atau sekitar 32,64% lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 11,2 juta ton atau sekitar 57,28% dari total ekspor dunia.  Sementara itu, impor CPO mulai menyebar ke berbagai negara dan Indonesia mengandalkan pasar di Belanda dan Pakistan.  Neraca perdagangan CPO, baik dunia maupun Indonesia, saat ini cenderung berada pada posisi  seimbang.  Harga pada beberapa tahun terakhir cenderung meningkat baik di pasar internasional dan domestik. Guna mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit, peranan lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan, kelembagaan dan kebijakan pemerintah cukup strategis.  Lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan hingga saat ini telah berperan nyata melalui berbagai inovasi teknologi.  Inovasi tersebut  mulai dari subsistem hulu, usahatani, hingga pengolahan produk hilir.  Pada aspek kelembagaan, berbagai organisasi, aturan dan pelaku usaha mulai berkembang.  Sedangkan pada aspek kebijakan, beberapa kebijakan perlu diperhatikan, khususnya kebijakan fiskal (perpajakan dan retribusi), dan perijinan investasi.

prospek, potensi, dan arah pengembangan agribisnis  kelapa  sawit.    Secara  umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai  prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk.  Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir.  Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir

tujuan dan sasaran pengembangan agribisnis tahun 2005-2010.  Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah
1) menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
2) menumbuhkan industri pengolahan CPO  dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obata-obatan dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.  Sedangkan sasaran utamanya adalah 1) peningkatan produktivitas menjadi 15 ton  TBS/ha/tahun, 2) pendapatan petani antara US$ 1,500 – 2,000/KK/tahun, dan 3) produksi mencapai 15,3 juta ton CPO dengan alokasi domestik 6 juta ton.   

Kebijakan, strategi dan program pengembangan agribisnis perkebunan.  Arah kebijakan jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.  Dalam jangka menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit meliputi peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembangan.  

Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan,  dan pengembangan pasar.  Strategi tersebut didukung dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit.  Dalam implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung dengan program-program yang komprehensif dari berbagai aspek manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan (perbenihan, budidaya dan pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan pemberdayaan masyarakat) hingga evaluasi.

Kebutuhan investasi pengembangan agribisnis kelapa sawit untuk pembagunan 350.000 ha kebun plasma dan inti dan 58 unit pengolahan CPO di Indonesia Barat dan Timur, peremajaan 100.000 ha kebun di kedua wilayah (tanpa pembangunan unit pengolahan)  dan kebutuhan investasi industri biosiesel kapasitas.  Pembangunan dilaksanakan setiap tahun dari tahun 2006 hingga 2010 dengan investor petani plasma, perusahaan inti dan pemerintah.     

Kebutuhan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit 350.000 ha per tahun untuk lima tahun ke depan adalah Rp.  73.462.679.150.000 (Rp. 73,46 trilyun).  Kebutuhan investasi di Indonesia Barat (150.000 ha) adalah Rp. 29.030.510.250.000  (investasi petani plasma sebesar Rp. 16.831.607.940.000, perusahaan inti sebesar  Rp. 9.393.827.310.000 dan pemerintah sebesar Rp.    2.805.075.000.000).  Kebutuhan investasi di Indonesia Timur (200.000 ha) adalah Rp. 44.432.168.900.000 (investasi petani plasma sebesar Rp. 25.433.332.660.000, perusahaan inti sebesar Rp. 15.882.086.240.000 dan pemerintah sebesar Rp. 3.116.750.000.000).

Kebutuhan investasi untuk peremajaan kebun kelapa sawit 100.000 ha per tahun untuk lima tahun ke depan adalah Rp.  14.611.495.686.000 (Rp. 14,6 trilyun).  Kebutuhan investasi untuk  peremajaan 80.000 ha di Indonesia Barat adalah Rp. 10.751.856.210.000  (investasi petani plasma sebesar Rp. 7.963.955.769.000, perusahaan inti sebesar Rp. 2.437.987.941.000 dan pemerintah sebesar Rp. 349.912.500.000).  Kebutuhan investasi untuk peremajaan 20.000 ha di Indonesia Timur adalah  Rp.3.859.639.476.000 (investasi petani plasma sebesar Rp. 3.005.753.730.000, perusahaan inti sebesar Rp. 741.010.746 dan pemerintah sebesar Rp. 112.875.000.000).  

Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan inti-plasma dengan penguatan kelembagaan melalui  pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan.  Pemilikan saham ini dilakukan melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan penjualan hasil atau dari hasil outsourcing dana oleh organisasi petani.

Kebutuhan investasi untuk pengembangan pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton per tahun (6.600 kl per tahun) dan kapasitas 100.000 ton per tahun (110.000  kl per tahun) masing-masing adalah Rp.  12 milyar dan Rp. 180 milyar.  Apabila setiap tahun dibangun 1 pabrik skala kecil dan besar, maka total biaya investasi yang diperlukan dalam 5 tahun ke depan Rp. 860 milyar. Nilai investasi tersebut diperlukan untuk membeli peralatan dan mendirikan bangunan pabrik. 

Dukungan kebijakan sarana dan prasarana serta regulasi.  Dukungan kebijakan diharapkan diperoleh dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Deparetemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara BUMN, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kantor Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, Pemerintah  Daerah, dan Kejaksaan Agung serta Kepolisian.

Pengembangan Industri Kelapa Sawit Ramah Lingkungan

Sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan, ditegaskan bahwa “ Perkebunan diselenggarakan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan serta keadilan (Pasal 2); dan perkebunan mempunyai fungsi: a. ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; b. ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan c. sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa”(Pasal 4)

Komitmen untuk melaksanakan kegiatan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan diwujudkan melalui pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien. Mengambil contoh pengendalian limbah pabrik, Perusahaan telah menerapkan pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke media lingkungan berdasarkan empat prinsip, yaitu: pengurangan dari sumber (reduce), sistem daur ulang (recycle), pengambilan (recovery) dan pemanfaatan kembali (reuse) secara berkelanjutan menuju produksi bersih (Casson, A., 2003 : 24).

Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit dengan sistem flatbed (Sitorus. 2007: 13-21) yaitu dengan cara :

    Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit.
    Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder (flatbed).
    Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/ha/bulan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah.

Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi dan limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah (Sitorus. 2007: 8) .

Perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan, karena perkebunan menyimpan lebih banyak karbon dioksida (CO2) dan melepaskan lebih banyak oksigen (O2), yang mana ini menguntungkan bagi lingkungan. Beberapa ilmuwan melakukan penelitian  dan hasil terbaru menunjukkan bahwa seperti kasus pada tumbuhan apapun, pohon-pohon kelapa sawit memang menyita karbon karena saat mereka tumbuh – karbon adalah blok pertumbuhan dasar dalam jaringan tumbuhan.

Data dari Wetlands International, sebuah kelompok lingkungan hidup menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit bukanlah bandingan bagi hutan alami dalam hal penyimpanan karbon, tetapi minyak kelapa masih dapat berperan dalam usaha pengurangan emisi gas rumah kaca. Kelapa sawit adalah satu dari bibit minyak yang paling produktif di dunia – dalam ukuran berdasar per unit area, biodiesel dihasilkan dari kelapa sawit jauh melampaui bio diesel konvensional seperti jagung, kedelai, bibit gula rapeseet, dan tebu (WI, 2007).

Salah satu pola pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sesuai dengan undang-undang dan cukup menarik untuk diaplikasikan saat ini adalah pola Transmigration Corporate Farming (TFC). Pola ini adalah pola penyempurnaan dari pengembangan perkebunan inti plasma sebelumnya, dimana para petani plasma hanya mengerjakan lahannya saja dan tidak melibatkan kepemilikan pemerintah daerah dan pusat. Pada pola TFC ini perusahaan inti wajib memberikan 20% sahamnya berupa lahan kepada petani (2 ha per petani), sehingga petani merasa memiliki perusahaan dan akan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memaksimalkan hasilnya yang pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan juga (Tryfino.2006 : 4)


Gerakan Konsumen Hijau (Green Consumerism)

Rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian lingkungan menjadi persoalan tersendiri. Berbagai bentuk perilaku yang mencerminkan ketidak pedulian terhadap lingkungan masih terus berlangsung dengan pelaku yang makin variatif. Tidak hanya sekelompok orang tertentu, tetapi meliputi hampir semua kalangan. Ini bisa terjadi pada level individu rumah tangga, komunitas kecil, atau mereka yang biasa disebut sebagai perambah hutan. Bisa terjadi pula pada level organisasi seperti perusahaan. Atau bahkan pada level intelektual, seperti cendekiawan yang melontarkan ide-ide pembangunan masa depan, tetapi tidak mengagendakan masalah lingkungan yang bisa disejajarkan dengan masalah politik, ekonomi, teknologi, dan kualitas sumber daya manusia.

Pemerintah perlu melakukan reorientasi paradigma pembangunan. Sekarang ini terdapat paradigma baru yang tengah dibangun dan menjadi dasar pijakan pembangunan di banyak negara, yaitu paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dipercaya untuk menggantikan paradigma lama misalnya paradigma pertumbuhan ekonomi dan paradigma yang menekankan pemerataan hasil-hasil pembangunan (Zumrotin,1994).

Secara sederhana, pengertiannya adalah pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan dan kepentingan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pengertian ini merujuk pada World Commission on Environment and Development (WECD), sebuah komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan di bawah naungan PBB.

Definisi tersebut memuat dua konsep utama. Pertama, tentang kebutuhan yang sangat esensial untuk penduduk miskin dan perlu diprioritaskan. Kedua, tentang keterbatasan dari kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Artinya, pembangunan berkelanjutan berperspektif jangka panjang            (alonger term perspective) yang menuntut adanya solidaritas antargenerasi.

Paradigma ini akan semakin dibutuhkan seiring dengan perkembangan globalisasi terutama ketika diterapkan ISO 9000 (standar kualitas suatu barang) dan ISO 14000 (standar kualitas lingkungan). Secara sederhana di dalam ISO 14000 dipersyaratkan audit lingkungan, label lingkungan, sistem pengelolaan lingkungan dan analisis daur hidup. Bila ISO 14000 diberlakukan, suka atau tidak suka, para pengusaha harus menyesuaikan produk-produknya dengan kriteria lingkungan yang dikehendaki oleh ISO (International Standardization Organization).

Paradigma ini menuntut diterapkannya strategi gerakan Konsumen Hijau (konsumen yang berwawasan lingkungan), misalnya, telah menjadi bagian dari kehidupan di negara-negara maju. Dalam beberapa kasus, masyarakat akan dengan kritis menolak tas plastik yang tidak bisa didaur ulang atau jaket yang terbuat dari kulit binatang yang dilindungi.

Gerakan ini hendaknya mensosialisasikan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat (konsumen) untuk menggunakan produk yang tidak mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan. Konsumen diposisikan sebagai inisiator, pemberi pengarah, pengambil keputusan, pembeli, bahkan pengguna. Namun masyarakat perlu waspada terhadap penyalahgunaan pemahaman green consumerism (konsumen hijau) oleh para pengusaha untuk kepentingan promosi (Anonymous, 1994).

Masyarakat sebagai konsumen hijau juga perlu waspada terhadap berbagai klaim jenis. Misalnya, terhadap klaim bersahabat dengan lingkungan, karena dalam menjual produk memberikan hadiah produk lain yang ramah lingkungan seperti sepeda dan pemanas air tenaga surya. Sementara, produknya sendiri berpotensi mencemari lingkungan.

Terkait dengan Industri kelapa sawit, Unilever salah satu dari pembeli utama minyak sawit Indonesia, menyatakan mereka akan mulai membeli minyak sawit dari sumber-sumber langgeng yang bersertifikat pada tahun ini dan bermaksud untuk mendapatkan semua minyak sawit yang telah bersertifikat pada tahun 2015 (Unilever.com).

Indonesia produsen kelapa sawit terbesar dunia, berencana untuk menerapkan ukuran-ukuran jelas yang dimaksudkan agar perusahaan-perusahaan kelapa sawit memenuhi persyaratan-persyaratan standar yang keras sebelum memberi label produk-produk mereka dengan produk ramah lingkungan, hal ini dikarenakan Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat di Asia Tenggara telah mendapat perlawanan oleh kelompok-kelompok hijau untuk perusakan hutan-hutan alam dan kehidupan satwa liar, demikian pula dengan emisi gas-gas rumah kaca.

The Round Table on Sustainable Palm Oil (RSPO), telah meluncurkan sebuah proses sertifikasi label hijau yang memasukkan komitmen untuk memelihara hutan hujan dan kehidupan satwa liar dan menghindarkan pertikaian dengan masyarakat asli di lingkungan hutan (Anonymous. 2008).  Kelompok hijau dan perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh RSPO akan dapat memasarkan “produk-produk hijau” yang bersertifikat ke dalam pasar global. Malaysia, produsen kelapa sawit terbesar dunia ke-dua, telah memiliki empat lembaga-lembaga sertifikasi yang telah disetujui oleh RSPO.

Kelapa Sawit sebagai Alternatif Energi Pengganti (Biofuel)

Industri/perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar. Dalam enam tahun terakhir keuntungan rata-rata cenderung terus mengalami peningkatan. Ekspor CPO Indonesia setiap tahunnya juga menunjukkan tren meningkat

Sampai dengan tahun 2005 luas perkebunan kelapa sawit yang tertanam di Indonesia adalah 5,6 juta ha, yang terdiri dari: perkebunan rakyat 1,9 juta ha, perkebunan pemerintah 0,7 juta ha, dan perkebunan swasta 3, 0 juta ha. Rata-rata pertumbuhan lahan per tahun sebesar 15% atau 200.000 ha per tahun. Sementara itu, produksi kelapa sawit Indonesia di tahun 2005 telah mencapai 17 juta ton meningkat 63,7% dibandingkan tahun 2003 yang mencapai 10,4 juta ton (Ely, 2007)

Sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Dengan adanya rencana pemerintah membangun 850 km perkebunan kelapa sawit di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan maka pada tahun 2020 diprediksikan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menjadi 9 juta ha sehingga share lahan kelapa sawit di Kalimantan naik sebaliknya Sumatera turun (Wakker, E., 2006).

Pengembangan perkebunan sawit di Indonesia dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kesinambungan dimana sebagian besar perkebunan didirikan di atas lahan yang tadinya merupakan lahan HPH, tanah kosong atau dirubah fungsikan dari lahan yang sebelumnya ditanami karet, kopi atau cokelat. Pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit juga dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor seperti undang-undang dan peraturan pertanahan, kelangsungan keanekaragaman hayati dan satwa liar, pengaturan pembuangan limbah dan tanggung-jawab ekonomi dan social dari perusahaan pengelola perkebunan.

Produktifitas kebun kelapa sawit di Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia. Hal ini lebih disebabkan oleh pemilihan bibit yang kurang baik, sistem pemupukan yang kurang optimal dan kondisi perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang sudah banyak melewati usia produktif akibat keterterlambatan dalam melakukan regenerasi pohon kelapa sawit.

Kedepan, pengembangan industri kelapa sawit nasional sangat prospektif karena saat ini pemerintah Indonesia sedang menjalankan program pengembangan biofuel (biodisel) yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya. Dengan demikian kapasitas penyerapan CPO akan jauh lebih besar lagi disamping nilai tambahnya juga akan semakin tinggi.

Masalah energi alternatif saat ini sedang menjadi perbincangan yang ramai di masyarakat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) saat ini telah menggugah masyarakat bahwa Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi. Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia.

Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10.

Pengadaan ethanol dapat dilakukan dari saripati singkong yang dapat ditanam di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan untuk pengadaan minyak diesel dapat dilakukan dari pengadaan minyak sawit, minyak buah jarak dan minyak kelapa. Analisa yang dilakukan BPPT menyebutkan bahwa harga biodiesel B-10 di masyarakat sekitar Rp 2.930 per liternya, atau lebih tinggi Rp 160 dari harga bensin yang disubsidi pemerintah. Keuntungannya adalah pemerintah bisa mengurangi jumlah subsidi yang diberikan atau bahkan menghilangkan sama sekali, karena penambahan Rp 160 dinilai masih bisa diterima oleh masyarakat. Hal yang sama juga berlaku pada gasohol E-10 yang bisa dijual pada masyarakat dengan harga Rp 2.560. Harga ini pun masih lebih tinggi Rp 160 dari harga premium bersubsidi, tetapi keuntungannya adalah E-10 memiliki angka oktan 91 yang lebih baik dari premium, dan dapat mengurangi karbonmonoksida dengan signifikan (Anonymous, 2005).

Selain itu keuntungan penggunaan biofuel ini dapat mengatasi pengangguran dan peningkatan kesejahteraan petani. Untuk memproduksi E-10 sebanyak 420.000 kiloliter per tahun diperlukan singkong sekitar 2,5 juta metrik ton. Jumlah ini dapat disediakan dengan penanaman singkong pada lahan seluas 91.000 hektare (ibid). Jumlah lahan ini masih dapat disediakan tanpa harus membuka hutan-hutan seperti dalam pengadaan batu bara dan minyak bumi, karena masih banyak lahan tidur yang tidak terpakai. Hal yang sama pun bisa dilakukan untuk pengadaan minyak sawit, kelapa, dan jarak.

Sebagai bahan bakar cair, biodiesel sangat mudah digunakan dan dapat langsung dimasukkan ke dalam mesin diesel tanpa perlu memodifikasi mesin. Selain itu, dapat dicampur dengan solar untuk menghasilkan campuran biodiesel yang ber-cetane lebih tinggi. Menggunakan biodiesel dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar solar.Biodiesel pun sudah terbukti ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur (Anonymous,2008)

Penelitian tentang bahan bakar alternatif sudah dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman, Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan untuk Indonesia tanaman yang paling potensial adalah kelapa sawit (Akhairuddin, 2006: 42)

Di beberapa negara lain, untuk mendukung pemakaian biodiesel dan bioethanol, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan pemberian insentif. Pemerintah Austria dan Australia mengeluarkan kebijakan kemudahan untuk membangun pabrik biofuel , sehingga pengusaha pun tertarik untuk membangun industri bahan bakar alternatif. Bahkan di Swedia, harga bioethanol BE-85 (85% ethanol dan 15% bensin) dipatok lebih murah 25% daripada bahan bakar konvensional (Akhairuddin, 2006: 55).

Indonesia bisa belajar dari Brasil yang secara serius mengembangkan teknologi bahan bakar biofuel. Bahkan pabrikan mobil pun sangat antusias untuk mengembangkan teknologi pendukungnya. Contohnya Toyota mulai mengalihkan perhatiannya pada pasar mobil berbahan bakar bensin gasohol untuk Brasil.

Perkembangan Minyak Kelapa Sawit Dunia


Industri kelapa sawit di Indonesia telah berkembang pesat dengan dukungan pertumbuhan perkebunan yang sangat pesat pula hingga mencapai lebih dari 6.3 juta hektar yang terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh perkebunan besar dan 40% oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak terlepas dari politik ekspansi pada akhir 1970 an disertai pengenalan PIR sebagai sarana untuk menggerakkan keikut sertaan rakyat dalam budidaya perkebunan sawit. Pertumbuhan pesat juga terjadi pada ke dua jenis pengusahaan yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Sampai dengan tahun 2007 tercatat 965 perusahaan dengan luas perkebunan 3.753 juta hektar yang dimiliki oleh perkebunan Negara swasta nasional dan asing. Sementara perkebunan rakyat telah mencapai 2,565 juta hektar, suatu perkembangan yang luar biasa mengingat pada awal pengenalanya hanya 3.125 hektar (1979) yang hanya mewakili 1,20% saja dari total perkebunan sawit yang ada ketika itu (Sutrisno, 2008).

Akhir-akhir ini industri kelapa sawit cukup marak dibicarakan, karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi bio diesel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Bio diesel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya dapat terus dikembangkan (Ariati, R, 2007), sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali.

Tuntutan masyarakat/konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan baik dalam proses produksi maupun pemanfaatannya semakin tinggi, ini menimbulkan persaingan produsen untuk memanfaatkan bahan baku yang juga ramah lingkungan, sehingga industri kelapa sawit menjadi pilihan.

Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia (Anonymous, 2006).

Seiring dengan meningkatnya konsumsi dunia, ekspor CPO dalam 5 (lima) tahun terakhir juga menunjukkan tren meningkat, rata-rata peningkatannya adalah sebesar 11%. Eksportir terbesar didunia didominasi oleh Malaysia dan Indonesia, kedua negara tersebut menguasai 91% pangsa pasar ekspor dunia. Papua Nugini berada di urutan ke 3 dengan perbedaan share yang cukup jauh yaitu hanya berkisar 1,3%.

Diprediksikan peningkatan konsumsi dan ekspor ini akan terus berlanjut bahkan dalam persentase yang lebih besar mengingat faktor yang mendukung hal tersebut cukup banyak, seperti: pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri hilir, perkembangan energi alternatif, dll. Malaysia dan Indonesia diprediksikan akan terus menjadi pemain utama dalam ekspor CPO ini, mengingat belum ada perkembangan yang signifikan dari negara pesaing lainnya. Bahkan Indonesia diprediksikan akan menyalip Malaysia baik dalam produksi maupun ekspor CPO, karena didukung oleh luas lahan yang tersedia dimana Malaysia sudah mulai terbatas.

Permasalahan utama perdagangan dunia CPO sebenarnya bukan terletak pada tingkat permintaan konsumsi atau ekspornya, karena baik konsumsi atau ekspor dunia cenderung meningkat dengan stabil. Permasalahan utamanya justru terletak pada fluktuasi harga yang tidak stabil. Fluktuasi harga CPO ini cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil produk subtitusi (saingan CPO), yaitu negara-negara penghasil minyak dari kacang kedelai dan jagung yang umumnya merupakan negara di Eropa dan Amerika (negara maju). Isu-isu seperti produk yang tidak higienis, pengrusakan ekosistem hutan termasuk isu pemusnahan orang utan merupakan isu yang diangkat untuk menjatuhkan harga CPO dunia. Harga CPO dunia  pada tahun 2006 adalah USD540/ton, relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga selama tujuh tahun terakhir, walaupun pada 1984 harga CPO pernah mencapai USD729/ton (Anonymous, 2007).

Untuk mengatasi fluktuasi harga ini, pihak gabungan pengusaha kelapa sawit Malaysia (MPOA) dan gabungan petani kelapa sawit Indonesia (GAPKI) mengadakan perjanjian kerja sama yang didukung penuh oleh pemerintahan kedua negara, yang isi perjanjian diantaranya adalah untuk menjaga stabilitas harga CPO. Perkembangan Ekspor dan Konsumsi CPO Dunia.

Selasa, 06 November 2012

Standart Gaji Untuk Perkebunan dan Pabrik Kelapa sawit


Standart Gaji Untuk Perkebunan dan Pabrik Kelapa sawit
Gaji pokok                                                    :6.000.000
Tunjangan Makanan                                         600.000
LPJ, Bensin,Perawatan sepeda motor              500.000
Tunjangan Rumah
Sepeda motor
Tunjangan Pembantu
Tunjangan staff                                                 500.000
Tunjangan Daerah                                             500.000
Total                                                     Rp:   8.100.000


Senin, 05 November 2012

Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Utara

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 1.119.490 Ton, Perkebunan Negara 2009 Sebesar 1.027.143 Ton, Perkebunan Swasta 2009 Sebesar 1.011.511 Ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 1.411.880 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Negara Sebesar 1.052.821 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta Sebesar 1.035.787 Ton (Angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 3.230.488
Produksi 2009 (Ton) 3.158.144
Produksi 2008 (Ton) 1.115.699
Produksi 2007 (Ton) 1.022.472
Produksi 2006 (Ton) 3.244.922

Updated: 16-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 1.017.570
Status Lahan Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 392.726 ha, Perkebunan Swasta sebesar 352.657 ha dan Perkebunan Negara Sebesar 299.471 ha.

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2009-2011
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan



Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Asahan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 69.162
Status Lahan: Perkebuna Rakyat
2 Kabupaten Batu Bara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 8.655
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
3 Kabupaten Dairi Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 163
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
4 Kabupaten Deliserdang Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 13.973
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
5 Kabupaten Humbang Hasundutan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 377
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
6 Kabupaten Karo Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.071
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
7 Kabupaten Labuhanbatu Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 33.117
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
8 Kabupaten Labuhan Batu Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 63.730
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
9 Kabupaten Langkat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 41.293
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
10 Kabupaten Mandailingnatal Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 14.862
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
11 Kabupaten Padang Lawas Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 8.655
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
12 Kabupaten Padang Lawas Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 24.050
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
13 Kabupaten Pakpakbharat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.415
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
14 Kabupaten Serdang Bedagai Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 11.866
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
15 Kabupaten Simalungun Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 27.155
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
16 Kabupaten Tapanuli Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 5.002
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
17 Kabupaten Tapanuli Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 2.754
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
18 Kabupaten Tapanuli Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 40
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
19 Kabupaten Tobasamosir Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 686
Status Lahan: Perkebunan Rakyat

Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Selatan

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 840.664 Ton, Perkebunan Negara 2009 Sebesar 128.780 Ton, Perkebunan Swasta 2009 Sebesar 1.067.109 Ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 857.477 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Negara Sebesar 132.000 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta Sebesar 1.092.720 Ton (Angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 2.082.196
Produksi 2009 (Ton) 2.036.553
Produksi 2008 (Ton) 776.983
Produksi 2007 (Ton) 759.034
Produksi 2006 (Ton) 1.616.161

Updated: 16-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 690.729
Status Lahan Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 286.675 ha, Perkebunan Swasta sebesar 390.314 ha dan Perkebunan Negara Sebesar 128.780 ha.

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta 2010


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Banyuasin Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 31.005
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
2 Kabupaten Empat Lawang Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 66
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
3 Kabupaten Lahat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 14.048
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
4 Kabupaten Muaraenim Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 33.091
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
5 Kabupaten Musibanyuasin Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 61.080
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
6 Kabupaten Musirawas Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 34.680
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
7 Kabupaten Ogan Ilir Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 2.079
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
8 Kabupaten Ogan Komering Ilir Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 72.715
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
9 Kabupaten Ogan Komering Ulu Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 69.779
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
10 Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 80
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
11 Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 16.428
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
12 Kota Lubuklinggau Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 51
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
13 Kota Prabumulih Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.120
Status Lahan: Perkebunan

Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Barat

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 377.864 Ton, Perkebunan Negara 2009 Sebesar 18.904 Ton, Perkebunan Swasta 2009 Sebesar 470.970 Ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 371.183 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Negara Sebesar 18,670 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta Sebesar 462.189 Ton (Angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 852.042
Produksi 2009 (Ton) 833.476
Produksi 2008 (Ton) 349.317
Produksi 2007 (Ton) 326.580

Updated: 16-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 344.352
Status Lahan Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 170.093 ha, Perkebunan Swasta sebesar 166.423 ha dan Perkebunan Negara Sebesar 7.836 ha.

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Indonesia 2009 - 2011
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Agam Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 15.119
2 Kabupaten Dharmasraya Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 28.540
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
3 Kabupaten Limapuluhkota Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 184
Status Lahan: Perkebuanan Rakyat
4 Kabupaten Padangpariaman Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 730
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
5 Kabupaten Pasaman Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 2.906
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
6 Kabupaten Pasaman Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 89.457
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
7 Kabupaten Pesisir Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 18.220
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
8 Kabupaten Sijunjung Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 9.403
9 Kabupaten Solok Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 3.578
Status Lahan: Perkebunan Rakyat

Potensi Kelapa Sawit di Sulawesi Tenggara


Produksi 2008 (Ton) 7.220

Updated: 27-3-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 21.669
Status Lahan Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Swasta

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2009-2011
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan



Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Kolaka Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 21.033

Potensi Kelapa Sawit di Sulawesi Tengah

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 41.142 Ton, Perkebunan Swasta 2009 sebesar 95.492 Ton. Perkebunan Negara 2009 sebesar 18.003 Ton. Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 41.965 Ton (angka Sementara 2010), Perkebunan Negara Sebesar 18.453 Ton (angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta sebesar 97.784 Ton (angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 158.202
Produksi 2009 (Ton) 154.638
Produksi 2008 (Ton) 19.211
Produksi 2007 (Ton) 8.180
Produksi 2006 (Ton) 135.213

Updated: 16-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 46.655
Status Lahan Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 17.287 ha, dan Perkebunan Swasta sebesar 42.678 ha, Perkebunan Negara Sebesar 5.090 ha.

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta 2010


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Banggai Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 6.404
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
2 Kabupaten Buol Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.260
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
3 Kabupaten Donggala Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 6.837
4 Kabupaten Morowali Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 8.095
Status Lahan: Perkebunan Rakyat

Potensi Kelapa Sawit di Sulawesi Selatan

Produksi Perkebunan Kelapa Sawit untuk Tahun 2006 terdiri dari Produksi Perkebunan Rakyat :13.252 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 32.386 Ton, Produksi Perkebunan Swasta : 1.821 Ton, Untuk tahun 2009 yang terdiri dari Perkebunan Rakyat : 17.101 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 13.097 Ton, Produksi Perkebunan Swasta : 751 Ton, Untuk tahun 2010 terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat :16.542 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 12.268 Ton,

luas lahan Untuk perkebunan Kelapa Sawit Terdiri dari Perkebunan Rakyat : 10.794 Ha, Perkebunan Negara : 7.074 Ha, Perkebunan Swasta : 1.894 Ha

Produksi 2010 (Ton) 28.810
Produksi 2009 (Ton) 30.949
Produksi 2006 (Ton) 47.459

Updated: 07-6-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 19.762

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Tahun 2010
Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan Makasar 2011


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Luwu Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 73
Status Lahan: Luas Lahan Perkebunan Rakyat Untuk Kelapa Sawit terdiri dari TBM:19 TM:53, TT/TR : 1
2 Kabupaten Luwu Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 5.114
3 Kabupaten Luwu Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 5.378
4 Kabupaten Pinrang Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 229
5 Kabupaten Wajo Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.299

Potensi Kelapa Sawit di Sulawesi Barat

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 99.341 Ton, Perkebunan Swasta 2009 Sebesar 107.249 Ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 101.328 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta Sebesar 220.344 Ton (Angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 321.671
Produksi 2009 (Ton) 314.520
Produksi 2008 (Ton) 128.020
Produksi 2007 (Ton) 128.165
Produksi 2006 (Ton) 247.870

Updated: 07-8-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 107.249
Status Lahan Perkebunan Rakyat

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2009 - 2011
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian



Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Mamuju Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 19.066
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
2 Kabupaten Mamuju Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 34.304
Status Lahan: Perkebunan Rakyat

Potensi Kelapa Sawit di Riau

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 2.658.044 Ton, Perkebunan Negara 2009 Sebesar 337.727 Ton, Perkebunan Swasta 2009 Sebesar 2.936.539 Ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 2.711.205 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Negara Sebesar 346.170 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta Sebesar 3.007.016 Ton (Angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 6.064.391
Produksi 2009 (Ton) 5.932.310
Produksi 2008 (Ton) 2.368.076
Produksi 2007 (Ton) 2.054.854
Produksi 2006 (Ton) 4.685.660

Updated: 16-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 1.781.900
Status Lahan Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 889.916 ha, Perkebunan Negara sebesar 79.545 dan Perkebunan Swasta sebesar 812.439 ha

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta 2010



Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Bengkalis Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 100.814
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
2 Kabupaten Indragiri Hilir Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 74.488
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
3 Kabupaten Indragiri Hulu Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 52.768
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
4 Kabupaten Kampar Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 152.853
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
5 Kabupaten Kuantan Singingi Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 59.508
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
6 Kabupaten Pelalawan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 58.685
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
7 Kabupaten Rokan Hilir Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 119.752
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
8 Kabupaten Rokan Hulu Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 142.449
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
9 Kabupaten Siak Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 101.369
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
10 Kota Dumai Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 101.369
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
11 Kota Pekanbaru Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 710
Status Lahan: Perkebunan Rakyat

Potensi Kelapa Sawit di Papua Barat

Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 24.868 Ton, Perkebunan Negara 2009 Sebesar 32.775 Ton, Perkebunan Swasta 2009 Sebesar 5.590 Ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Sebesar 25.365 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Negara Sebesar 33.594 Ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta Sebesar 5.724 Ton (Angka Sementara 2010).

Produksi 2010 (Ton) 64.684
Produksi 2009 (Ton) 63.233
Produksi 2008 (Ton) 24.616
Produksi 2007 (Ton) 25.366
Produksi 2006 (Ton) 61.508

Updated: 16-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 57.398
Status Lahan Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 15.935 ha, Perkebunan Swasta sebesar 5.000 ha dan Perkebunan Negara Sebesar 10.207 ha.

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2009 - 2011
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Manokwari Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 8.935
Status Lahan: Perkebunan Rakyat
2 Kabupaten Telukbintuni Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 7.000
Status Lahan: Perkebunan Rakyat

Potensi Kelapa Sawit di Papua

Produksi Kelapa Sawit untuk Tahun 2006 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat : 15,759 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 24,179 Ton, dan Produksi Perkebunan Swasta : 7,932 Ton, Untuk Tahun 2007 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat : 17,447 Ton, Untuk tahun 2008 Terdiri dari Perkebunan Rakyat : 16,135 ,Untuk Tahun 2009 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat : 17,398 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 15,061 Ton, dan Produksi Perkebunan Swasta : 1,074 Ton ,Untuk Tahun 2010 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat : 17,746 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 15,438 Ton, dan Produksi Perkebunan Swasta : 1,100 Ton Status Masih Sementara

Luas Lahan Perkebunan kelapa Sawit Terdiri dari Perkebunan Rakyat : 9,818 Ha, Perkebunan Negara :14,720 Ha, Dan Perkebunan Swasta: 1,074 Ha

Produksi 2010 (Ton) 34.283
Produksi 2009 (Ton) 33.533
Produksi 2008 (Ton) 16.135
Produksi 2007 (Ton) 17.447
Produksi 2006 (Ton) 47.870

Updated: 07-8-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 26.256

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2009-2011
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan



Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Asmat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 72
2 Kabupaten Keerom Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 9.300
3 Kabupaten Merauke Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 518

Potensi Kelapa Sawit di Lampung

Produksi Perkebunan Kelapa Sawit untuk Tahun 2006 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat :165,650 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 53,752 Ton, Produksi Perkebunan Swasta : 165,340 ton,Untuk Tahun 2007 terdiri dari Produksi Perkebunan Rakyat :111,212 Ton, Untuk tahun 2008 yang terdiri dari Perkebunan Rakyat : 104,865 Ton,Untuk Tahun 2009 terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat :162,847 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 33,755, Produksi Perkebunan Swasta : 168,260, Untuk tahun 2010 terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat :166,104 Ton, Produksi Perkebunan Negara : 34,599 Ton, Produksi Perkebunan Swasta : 172,298 Ton statusnya masih sementara

Luas Area Untuk Perkebunan Kelapa Sawit yang terdiri dari perkebunan Rakyat:78,010 Ha, Perkebunan Negara : 11,379 Ha, Perkebunan Swasta: 63,771 Ha

Produksi 2010 (Ton) 373.001
Produksi 2009 (Ton) 364.862
Produksi 2008 (Ton) 104.865
Produksi 2007 (Ton) 111.212
Produksi 2006 (Ton) 388.742

Updated: 09-8-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 153.160

Sumber Data:
Statistik Perkebunan 2009-2011
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Lampung Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 2.007
2 Kabupaten Lampung Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 2.738
3 Kabupaten Lampung Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 9.562
4 Kabupaten Lampung Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.682
5 Kabupaten Lampung Utara Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 9.019
6 Kabupaten Pesawaran Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 493
7 Kabupaten Tanggamus Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 174
Status Lahan: Luas Lahan Perkebunan Rakyat Untuk Kelapa Sawit terdiri dari TBM:10 TM:95 TTM:69
8 Kabupaten Tulangbawang Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 36.742
9 Kabupaten Waykanan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 15.563
10 Kota Bandarlampung Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 30
Status Lahan: Luas Lahan Perkebunan Rakyat Untuk Kelapa Sawit terdiri dari TBM:30

Potensi Kelapa Sawit di Kepulauan Riau

Produksi Kelapa Sawit untuk Tahun 2006 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Swasta : 15,495 Ton, Untuk Tahun 2007 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Swasta : 15,495 Ton Status Masih Sementara,Untuk Tahun 2009 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat : 197 Ton, Untuk Tahun 2010 Terdiri dari : Produksi Perkebunan Rakyat : 191 Ton, Status Masih Sementara

Produksi 2010 (Ton) 191
Produksi 2009 (Ton) 187
Produksi 2008 (Ton) 3.169
Produksi 2007 (Ton) 15.495
Produksi 2006 (Ton) 15.495

Updated: 05-4-2012
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha) 2.645
Status Lahan Perkebunan Rakyat : 2002,645,

Sumber Data:
Statistik Perkebunan Indonesia 2008 - 2010
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan


Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
 
No Nama Daerah Luas Lahan
1 Kabupaten Bintan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 885